Sunday, January 4, 2009

Relevansi Koperasi Indonesia dalam Struktur Perekonomian Terkini

Koperasi dalam perspektif normatif merupakan badan usaha yang sesuai dengan amanat salah satu pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Jika dibandingkan dengan jenis badan usaha lainnya, koperasi merupakan badan usaha yang menjadi ciri khas Indonesia sebagai sebuah bangsa. Institusi-institusi yang terdapat dalam koperasi dinilai merupakan representasi nilai-nilai yang menjadi ciri utama bangsa Indonesia.
Nilai-nilai khas perekonomian Indonesia dilembagakan secara formal dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 1 yaitu (perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan). Lembaga yang merepresentasikan nilai-nilai tersebut oleh para “ekonom pancasila” ditunjukkan melalui koperasi. Terlepas dari debat tentang pemaknaan nilai-nilai formal tersebut, definisi koperasi sebagai badan usaha yang pemilik dan anggotanya juga merupakan pelanggan badan usaha tersebut (Ropke, 1987) mendukung proposisi tersebut. Sementara itu, Hanel (1989) mendefinisikan koperasi sebagai organisasi yang bertujuan memberikan profit kepada anggota melalui kegiatan ekonomi yang dilaksanakan secara bersama.
Dalam sistem perekonomian Indonesia karakter khas koperasi dibandingkan dengan badan usaha lainnya menjadikan koperasi sebagai badan usaha yang secara normatif penting dalam pencapaian kesejahteraan rakyat. Implementasi peran koperasi terhadap perekonomian di Indonesia pada umumnya dan masyarakat pada khususnya tertuang pada UU No.25/1992 tentang koperasi. Berdasarkan aspek normatif institusional, pengelolaan koperasi Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai dasar yang terkandung dalam UUD 1945 seharusnya akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun kontribusi positif koperasi terhadap perekonomian nasional belum optimal. Penelitian yang dilakukan oleh Mutis pada tahun mengidentifikasi bahwa koperasi hanya berkontribusi sebesar 5% terhadap perekonomian nasional (Hendar dan Kusnadi, 1999). Keterbaruan penelitian ini mungkin tidak mencukupi dalam membentuk opini dalam menjawab apakah koperasi masih relevan saat ini.
Untuk menjwabnya terlebih dahulu kita melihat potret koperasi saat ini. Dalam penelitiannya Tambunan (2008) menunjukkan fenomena bahwa sejak tahun 2000 aset koperasi nasional didominasi oleh koperasi simpan pinjam. Faklta dalam penelitian ini menunjukkan bahwa posisi kredit mikro yang disalurkan oleh koperasi pada tahun 2002 mencapai 31% atau berada hanya setingkat di bawah Bank Rakyat Indonesia yang mencapai 46%. Kondisi ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sulaeman (2004) dengan pendekatan kemanfaatan ekonomi yang menunjukkan keunggulan lembaga keuangan berbentuk koperasi. Jika dilakukan sebuah refleksi mengenai kondisi koperasi saat ini dengan memperbandingkannyaterhadap tujuan normatif dalam UUD 1945 dan UU No.25/1992, maka akan diperoleh jawaban mengenai relevansi koperasi di Indonesia saat ini.
Dalam tulisan ini, saya menggunakan analisis mikroekonomi kesejahteraan dengan mengambil contoh kasus koperasi pertanian Indonesia dengan beberapa simulasi untuk memberikan gambaran bagaimana seharusnya koperasi dikelola agar tetap relevan dalam kondisi saat ini namun juga tetap menjaga kemurnian aspek normatifnya. Dengan menggunakan model neoklasik penelitian ini menggunakan prinsip keterpisahan pasar pada sektor pertanian di Indonesia seperti yang dikemukakan oleh Benjamin (1992). Artinya tidak terjadi faktor simultan petani sebagai produsen dan sebagai konsumen. Asumsi utama dalam model ini adalah petani berada dalam koperasi yang menjual faktor produksi dan barang konsumsi. Simulasi dilakukan dengan dua model yaitu:
A.) Simulasi pertama dilakukan dengan petani sebagai anggota Koperasi dimana manajemen koperasi memberikan diskon sebesar α karena pembelian yang dilakukan secara masif untuk anggotanya baik terhadap faktor produksi maupun barang konsumsi. Sehingga diperoleh persamaan petani sebagai konsumen dan anggota koperasi sebagai berikut:

Max: U = U(Xm, Xa, Xp)
s.t. PmXm + (1- α) PaXa=Pp(Qp-Xp) - wL - (1- β) PFF - (1- γ) rK + sC

Sementara petani sebagai produsen dan anggota koperasi adalah
Y = π(L, F, K) + β PFF + γrK + sC

B.) Simulasi kedua dilakukan dengan petani sebagai anggota koperasi dimana manajemen koperasi memberikan harga yang lebih tinggi untuk kemudian akan memberikan tambahan pendapatan dengan menambah SHU-nya. Kondisi dimana petani sebagai konsumen dan anggota koperasi ditunjukkan oleh persamaan berikut ini.

Max: U = U(Xm, Xa, Xp)
s.t. PmXm + (1+ α) PaXa=Pp(Qp-Xp) - wL - (1+ β) PFF - (1+ γ) rK + sC


Sementara itu aspek pendapatan yang diperoleh petani sebagai produsen dan anggota koperasi yang merupakan konsekuensi dari model kedua ditunjukkan oleh persamaan berikut ini.
Y = π(L, F, K) - β PFF - γrK + sC

Dengan SHU yang diterima oleh anggota koperasi adalah sebesar
(Σ (ν - α). (Pa.Xa) (1+r)) + (Σ (ν - β). (PFF). (1+r)) + (Σ (ν - γ). (rK) (1+r)). Kondisi tersebut akan dengan jika koperasi memberikan SHU sebesar pada anggota koperasi di akhir tahun.

Berdasarkan dua model tersebut tampak bahwa simulasi pertama lebih menghasilkan kesejahteraan ekonomi yang lebih besar serta dilakukan dengan cara yang lebih efisien karena dapat memberikan biaya koordinasi yang lebih rendah dibandingkan dengan simulasi model kedua. Sehingga koperasi akan relevan dalam kondisi saat ini jika koperasi dikelola dengan model pada simulasi pertama dibandingkan kedua.

No comments: