Monday, January 5, 2009

Efek Januari 2009 dalam Struktur Perekonomian Indonesia

Efek januari lebih sering ditemukan dalam pasar modal dimana pada awal tahun sebagian besar fund manager melakukan pembelian saham lebih agresif dalam membentuk horizon baru portofolionya dalam tahun ini. Di bursa saham efek januari terjadi secara signifikan dan sanggup mendorong bursa saham meningkat sampai dengan 1.437,34 atau 6,04% dari penutupan sebelumnya. Namun pertanyaan tentang apakah efek januari di pasar modal akan menjadi momentum baik bagi perkeonomian Indonesia menjadi menarik untuk di telaah lebih lanjut.
Seolah coba memanfaatkan momentum pemerintah SBY-JK sejak akhir tahun 2008 silam mencoba membentuk optimisme pelaku ekonomi di tahun pemilu ini melalui beberapa rancangan stimulus ekonomi. Tambahan dana segar pada perekonomian Indonesia sebesar 50 Triliun rupiah serta perpanjangan sunset policy, penaikan harga gabah petani serta pemberian sinyal untuk menurunkan beberapa komoditas adalah beberapa stimulus yang diharapkan akan memberikan efek postitf terhadap perekonomian Indonesia seperti efek januari pada sektor finansial. Hal tersebut akan menarik ketika timbul pertanyaan apakah rancangan tersebut akan dapat memenuhi ekspektasi masyarakat terhadap perekonomian Indonesia.
Beberapa indikator ekonomi yang dipublikasikan awal tahun ini sepertinya akan memberi petunjuk bahwa upaya pemerintah dalam membentuk ekspektasi tahun 2009 yang lebih optimis tidaka akan dapat terwujud dengan mudah. Kondisi ini berbeda dengan stimulus Obama yang langsung dapat memberikan optimisme terhadap perekonomian Amerika Serikat. Perbedaan ini tidak terlepas dari struktur pereknomian Indonesia yang berbeda dengan struktur perekonomian negara lainnya.
Secara sekilas-pun tampak berdasarkan data inflasi yang dikeluarkan oleh BPS bahwa Indonesia berada dalam struktur perekonomian dengan rigiditas harga yang sangat tinggi. Struktur perekonomian dengan rigiditas upah yang tinggi tidak terlepas dari struktur upah yang berada dalam rezim yang sangat kaku mealui kebijakan upah minimum. Akibatnya, penurunan harga BBM yang terjadi tidak dapat secara sempurna di respon oleh sisi penawaran seperti ketika merespon kenaikan harga BBM. Struktur tersebut diperparah oleh perilaku memonopoli yang dilakukan oleh para monopolis.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah terdapatnya dualisme struktur perekonomian di Indonesia. Masyarakat Indonesia tidak didominasi oleh kaum pekerja, namun ada unsur petani, nelayan dan sektor informal yang tidak memiliki penghasilan tetap untuk berkonsumsi. Masyarakat yang bergerak di sektor-sektor ini secara struktural sangat bergantung terhadap kredit baik untuk konsumsi maupun berproduksi. Cerita kegagalan kredit murah terhadap karakteristik masyarakat seperti ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah membaca struktur perekonomian Indonesia.
Lalu apa yang harus dilakukan pemerintah untuk menghadapinya? Cara pertama yang dapat dilakukan adalah mengubah struktur tersebut atau kita menghadapi struktur tersebut.
Cara pertama sepertinya tidak mudah dilakukan oleh pemerintah. Upaya pemerintah untuk mengubah struktur ini dilakukan melalui pembentukkan komisi persaingan usaha dan upaya mengubah rezim dari upah tetap via UMR menjadi upah fleksibel belum berjalan optimal. Namun kondisi tersebut belum dapat direalisasikan dengan baik, bahkan kebijakan mengubah struktur perekonomian Indonesia yang terakhir menemui kegagalan. Sementara itu, perubahan struktural untuk mentransformasi petani, nelayan dan sektor informal menjadi pekerja sektor industri formal diperlukan waktu yang cukup panjang.
Dalam situasi ini hal yang dapat dilakukan hanyalah dengan cara memberikan stimulus pada perekonomian baik dari sektor fiskal maupun moneter. Pemerintah telah banyak memberikan stimulus sementara Bank Indonesia tampak memberi sinyal tren penurunan suku bunga. Namun stimulus tersebut tampak sangat bias ke sektor industri yang berkaraktiristik upah yang rigid dibandingkan dengan masyarakat yang berada pada sektor pertanian dan informal.
Karakteristik sektor pertanian, perikanan dan informal yang sangat bergantung pada kredit sepertinya kurang lihai dibaca oleh pemerintah. Masyarakat yang berada dalam struktur ini tidak hanya memerlukan kredit produktif namun juga kredit konsumtif. Oleh karena itu, arah kebijakan BI pada tahun 2009 untuk membatasi pertumbuhan kredit formal dan pemberian kredit oleh pemerintah melalui KUR yang hanya berfokus pada pemberian kredit produktif perlu dikaji kembali.
Dalam kebijakan kredit terhadap masyarakat pertanian dan sektor iniformal harus diperhatikan upaya menjaga keberlajutannya melalui insentif terhadap perkembangan teknologi serta pembukaan akses pasar di sektor ini. Hal ini bermanfaat untuk menjaga agar kredit produktif dapat secara optimal didayagunakan oleh masyarakat. Namun kondisi ini menjadi tidak optimal karena jika tidak ada mekanisme yang tepat dalam menyalurkan kredit konsumsi masyarakat dalam struktur ini. Pola pemberian kredit konsumsi yang tepat juga memerlukan kredit konsumsi terbatas untuk mengentaskan mereka dari kemiskinan.

No comments: